Minggu, 22 November 2009

Kesaksian Hendrik : Banyak Tim Terlibat Pembunuhan Nasrudin


Ini adalah kutipan berita dari detikcom, 17 November 2009:
Eksekutor pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Hendrikus Kia Walen, menolak bersaksi di sidang Wiliardi Wizar. Hendrikus merasa dizalimi karena banyak tim yang terlibat pembunuhan Nasrudin namun tidak disidang.
“Kami meminta keadilan Majelis Hakim. Begitu banyak tim yang dilibatkan tetapi tidak semua dihadapkan ke pengadilan. Saya merasa dizalimi,” kata Hendrikus.
Hal ini disampaikan dia saat memberikan kesaksian dalam sidang dengan terdakwa Wiliardi Wizar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (17/11).
Pria yang akrab disapa Hendrik ini berpendapat yang telah dilakukannya adalah tugas negara. “Kami merasa ini tugas negara karena tugas di lapangan dibicarakan di Mabes Polri. Saat konfirmasi pun, itu petugas,” ujar dia
“Saudara ke Mabes Polri?”, kata Ketua Majelis Hakim Arta Theresia.
“Tidak. Itu kata Saudara Edo. Saudara Edo yang ke sana. Saya menolak memberikan keterangan yang bisa mengancam jiwa saya,” kata Hendrik.
“Siapa yang mengancam, jangan takut kalau belum waktunya kalian akan selamat. Tidak akan mati,” bujuk Arta.
Hendrikus hanya diam.
“Saya mencabut BAP saya,” cetus dia.
Kuasa hukum Wiliardi Wizard, Apolos Djara Bonga, juga mempertanyakan pernyataan Hendrikus terkait banyaknya tim yang dilibatkan dalam pembunuhan Nasrudin.
Dia mengaku tidak tahu tim yang dimaksud oleh Hedrikus.
“Itu yang kita pertanyakan. Kita juga ingin tahu siapa yang mengancam-ancam itu,” kata Apolos.
Hadiatmoko Bantah Tekan Wiliardi
Mantan Wakabareskrim Mabes Polri Irjen Pol Hadiatmoko membantah telah menekan Wiliardi Wizar dalam pembuatan BAP. Hadiatmoko hanya mengkonfirmasi Wili apakah kenal dengan eksekutor Edo dan menyerahkan sesuatu pada seseorang di lapangan bowling Ancol.
“Faktanya tidak seperti itu,” ujar Hadiatmoko dalam persidangan dengan terdakwa Antasari Azhar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Selasa (17/11). Hal itu disampaikan Hadiatmoko menjawab pertanyaan hakim Herry Swantoro apakah selama penyidikan pihaknya menekan Wili.
Menurut Hadiatmoko, konfirmasi terhadap Wili dilakukan pada 28 April 2009. Pada pukul 18.00 dia mendapat telepon dari Dirkrimum Polda Metro Jaya yang isinya adalah ada info yang segera ditindaklanjuti.
“Pukul 21.00 WIB seorang Wakil Dirkrimum Polda Metro dan Daniel menyerahkan foto Jerry dan Edo di mana sebelumnya saya sampaikan kepada Kapuspaminal (Kepala Pusat Pengamanan Internal) bahwa ada keterlibatan seorang perwira menengah Mabes Polri untuk segera dilakukan kroscek,” jelas Hadiatmoko.
Hadiatmoko menuturkan, pada pukul 21.00 WIB Kapuspaminal mencari Wiliardi di Tangerang. Wiliardi lalu sampai di Polda Metro pukul 22.00 WIB.
“Terus saya tanya apa kenal dengan foto ini, dia bilang tidak. Saya tanya lagi apakah kenal dengan Saudara Edo, dia bilang tidak. Lantas saya tanyakan apakah Pak Wili menyerahkan sesuatu pada seseorang di lapangan bowling Ancol, dia bilang tidak. Saya bilang ya sudah berarti Pak Wili tidak terlibat. Selanjutnya saya serahkan ke Kapuspaminal,” kata staf ahli Kapolri ini.
“Seandainya dia mengaku pasti saya serahkan pada reserse,” imbuh dia.
“Jadi Saudara tetap pada keterangan Saudara?” tanya hakim.
“Iya,” kata Hadiatmoko.
“Apakah tanggal 28 malam itu istri Wili hadir?” tanya hakim lagi.
“Tidak hadir,” kata Hadiatmoko.
“Apakah Saudara pernah datang ke Polda Metro?” tanya hakim.
“Saya belum pernah datang sama sekali,” kata Hadiatmoko.
“Saudara pernah dilapori perkembangan kasus ini?” tanya hakim.
“Tidak. Reserse atasannya langsung itu Kapolda, bukan Kabareskrim,” tegas Hadiatmoko.
Wiliardi sebelumnya menyebut penahanan Antasari Azhar telah dikondisikan. Dia juga mengaku pejabat Polri (Irjen Hadiatmoko dan Kombes M Iriawan) telah mengarahkan agar dia membuat keterangan bahwa Antasari terlibat dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
Selain Hadiatmoko, Iriawan Juga Bantah Tekan Wiliardi
Kesaksian mengejutkan yang disampaikan oleh Wiliardi Wizar di persidangan pekan lalu kembali mendapat bantahan. Setelah mantan Wakabareskrim Mabes Polri Irjen Pol Hadiatmoko, kali ini giliran mantan Dirkrimum Polda Metro Brigjen Pol M Iriawan yang menampik tuduhan tersebut.
“Yang ada, tanggal 30 (April 2009) saya sore hari saya bersama AKBP Tornagogo Sihombing (Wadirkrimum Polda Metro), AKBP Nico Afinta (Kasat Jatanras Polda Metro Jaya) makan di (Restoran) Mandala. Yang bersangkutan (Wiliardi) SMS ingin bertemu. Tapi kebetulan saya tidak bisa bertemu,” Iriawan.
Iriawan mengatakan itu saat diperiksa sebagai saksi bagi persidangan Antasari Azhar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Selasa (17/11).
Iriawan menerangkan antara dirinya dan Wiliardi sudah saling kenal. Mereka berdua sempat tergabung dalam kesatuan yang sama. Mereka juga pernah sama-sama belajar di Sespati.
Namun, Iriawan mengaku sempat bertemu dengan Wiliardi tanggal 30 April di ruangan Kaden Provost. Saat itu Wiliardi meminta agar perannya di dalam kasus ini dapat dirubah.
“Kamu kan kawan saya, bantu saya, Wan. Itu kan ada Jerry dan Edo, tolong gunting (perannya dipotong),” kata Iriawan menirukan permintaan Wiliardi.
Permintaan tersebut tidak diindahkan oleh Iriawan. Mendengar penolakan, menurut Iriawan, Wiliardi terlihat sangat terpukul.
Iriawan kemudian segera melaporkan hal tersebut kepada Wakabareskrim dan Kapolda Metro Jaya. Penolakan yang dilakukan Iriawan tersebut juga disaksikan beberapa polisi lainnya.
Wiliardi Mohon Eksekutor Mau Bersaksi
Tidak hanya Heri Santoso, Daniel Daen Sabon dan Hendrikus Kia Walen juga menolak menjadi saksi bagi Kombes Pol Wiliardi Wizar. Alasannya sama, mereka mengaku tidak pernah diperiksa sebagai saksi bagi Wiliardi.
Dalam persidangan yang menghadirkan Daniel, hakim Arta Theresia sempat sedikit emosi karena Daniel enggan bersaksi dan memberikan jawaban tidak jelas dan serba terputus-putus.
“Gentleman dong, Saudara berani berbuat harus bertanggung jawab. Setiap perbuatan ada konsekuensinya ada yang bagus atau yang buruk. Hidup adalah pilihan,” ujar Arta dalam persidangan di PN Jakarta Selatan.
Sebelumnya dalam persidangan itu JPU memperlihatkan barang bukti antara lain pistol revolver, beberapa butir peluru. Namun kembali Daniel menolak bersaksi.
Uniknya, saat Daniel hendak keluar majelis hakim menolak bersalaman. Mereka hanya mengangguk pada Daniel.
Saat dimintai tanggapannya, Wiliardi pun meminta agar para eksekutor ini mau memberikan kesaksiannya.
“Saya mohon dengan sangat, ini menyangkut nasib saya. Saya memohon dengan sangat,” ujar mantan Kapolres Jakarta Selatan ini.
Namun Hendrikus yang hadir, tetap menolak memberikan keterangan.
“Aku menolak bersaksi, Yang Mulia Majelis Hakim,” ujar pria asal Flores ini.

Kamis, 19 November 2009

Ada 'Tim Lain' yang Menembak Nasrudin ??

Pengakuan semua terdakwa kasus pembunuhan terhadap Nasrudin membeberkan pengakuan mengejutkan. Mereka tak pernah diperintahkan membunuh, kecuali membuntuti. Anehnya, menurut pengakuan mereka, di 'lapangan', ternyata ada 'tim' lain yang juga bergerak. Dengan mobil, sepeda motor, lengkap dengan senjata. Mereka tahu pasti siapa dan dari mana mereka, tapi mereka bungkam karena sadar, mulutmu bisa menjadi harimaumu.
Dengan hati-hati, mereka masih menyimpan fakta ini dan mungkin di persidangan-persidangan selanjutmnya, Hendrikus Kia Walen, Amsi Kerans, juga Edo dll akan merinci tuntas apa yang sebenarnya terjadi.
Kecurigaan menyeruak (seperti dilaporkan Metro Realitas), ada tim elit -katakanlah snipper, entah dari mana atau dari kelompok mana, atau dari kesatuan mana,yang beraksi membantai Nasrudin. Bila semua ini benar, kedok konspirasi kriminalisasi KPK kian mengental, dan semakin menyudut tajam. Siapa yang punya kepentingan besar di balik semua ini ???
Semoga kasak kusuk ini sgera berhenti seiring kejelasannya ..!

Rabu, 18 November 2009

Bola Panas di Kaki SBY


Sehabisnya Tim 8 serahkan hasil ujinya terhadap serangkaian fakta dan data di balik kasur ranjang kasus gontok-gontokan KPK-Polri-Kejagung, bola panas kini di kaki SBY. Boro-boro memainkan bola, rupanya Bapak SBY masih banyak pikir dan untuk sementara memilih tidak mengeksekusi bola, tapi memberi kesempatan kepada Polri dan Kejagung untuk memainkannya.
Takut salah tendang, keduanya masih belum mengambil sikap. Ancang-ancang sudah diambil, tapi tidak jelas ke mana bola mau diarahkan. Sementara, Susno Duaji yang berdiri persis di belakang punggung Kapolri mencuri-curi pandang: sesewaktu, lama-lama bola ini kutendang sendiri.. Mungkin begitulah pikirnya.
Sementara dari suatu tempat, Anggodo dan Anggoro : sang 'pemilik klub' menonton dari jauh. Tentu saja ada laaah instruksi ini dan itu, tapi siapa yang tau, hehe ?
Kong kali kong dan pat gulipat, toh haqul yaqin laah kalo besok, lusa, tula, taon depan, sampe abis masa jabatan SBY, kasus ini tak akan pernah jelas ujung rimba.
kecuali : ada yang siap berkorban atau ada yang siap dikorbankan. Nahhh!!!

Selasa, 10 November 2009

Anggodo Mau Ngatur SBY



Anggodo Mau Ngatur SBY ??? Wah apa lagi nih ??
Seakan mau menunjukkan taringnya, Anggodo tidak takut dan ancaman sejuta facebookers tidak mempan. Setelah memperdayai bos-bos di Mabes Polri dan di Gedung Bulat Kejagung RI, giliran ANggodo mencerca Tim 8 / TPF pimpinan Adnan Buyung Nasution.
Tidak tanggung-tanggung, Anggodo menuduh TPF 'berat sebelah', cenderung pro KPK karena KPK disinyalir mempetieskan sebuah kasus yang menyeret nama anak dari Adnan Buyung.
Parahnya, Anggodo tidak canggung meminta Presiden SBY meninjau netralitas anggota TPF dan meminta orang-orang seperti Adnan dihapus dari keanggotaan TPF.
Gila juga ni Anggodo, sudah mencatut nama SBY tidak ada yang berani nuntut, sekarang malah menuntut macam-macam dari seorang SBY.
Akankah SBY memenuhi permintaan sang Cukong???

Kesaksian Wiliardi Wizar untuk Antashari


Gonjang-ganjing hukum di negeri ini persislah yang diparodikan di beberapa teve swasta. Semacam banyolan murahan yang dimainkan tanpa basa-basi, tanpa malu-malu dan selalu berujung-ujung pada DUIT.
Belum reda persoalan kisruh KPK-POLRI-KEJAGUNG-DPR-TPF, muncul berita menarik terbaru : Wiliardi Wizar dalam kesaksian nya di pengadilan untuk kasus ANtashari membatalkan semua keterangannya di BAP Polisi dan mengakui keterlibatan petinggi POLRI merekayasa kasus Antashari.
Wah, ada apa lagi ini ... Semuanya semakin membuatku yakin bahwa apa yang aku tanyakan tidaklah salah : uDang sebesar apa sih di balik semua ini ???

Rabu, 04 November 2009


Mundur

Pagi ini "bos" Susno dan "bang" Ritonga meminta mundur dari kursinya. Ada yang aneh dari berita ini. Institusi bekerja lamban merespon kegelisahan publik. Benar kata pak SBY bahwa semua harus berjalan di atas rel hukum. Tapi itu tak berarti mengaburkan semangat penegakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, dalam rangka penegakan hukum itu sendiri. Bahwa seseorang diberhentikan dari jabatan atau dinonaktifkan dari posisinya bukanlah sebuah dosa, sekalipun belum tentu orang itu bersalah. Sama halnya, penangkapan dan penahanan terhadap Bibit-Chandra, (walau sudah ditangguhkan), adalah sesuatu yang di luar akal sehat, sekalipun juga belum tentu Bibit-Chandra adalah benar.
Anehnya, begitu cepat respon untuk menonaktifkan atau kasarnya memenjarakan pimpinan KPK, tetapi lamban sekali merespon terhadap 'anak buahnya sendiri'.
Persoalan "bos" Susno dan "bang" Ritonga meminta mundur adalah sebuah kondisi memalukan dari kinerja para elit eksekutif. Harusnya tercatat juga dalam sejarah : "Diperintahkan nonaktifkan semua yang terlibat untuk diusut kasusnya demi hukum." Selesai. Tapi kok jadi susah ya ???