
Max Weber adalah kelahiran Prusia tahun 1864, ia belajar di Universitas Heidelberg di Berlin. Dia memperoleh gelar Profesor penuh dalam bidang ekonomi hukum dan menjadi seorang sosiolog besar yang sangat menguasai seluruh pengetahuan pada zamannya. Aristoteles seorang filsuf sering diklaim sebagai jenius universal terakhir, pemikir terakhir yang telah menyerap dan menguasai seluruh pengetahuan yang ada pada zamannya. Dengan penilaian yang sama, Max Weber layak disebut sebagai jenius universal terakhir dalam ilmu-ilmu sosial yang menguasai dengan benar dan tepat Hukum Ekonomi, Sosiologi Politik, Logika Ilmu Sosial, Ilmu Alam dan Ilmu Sosial, Sosiologi Agama, Teori Kekuasaan, Teori Ilmu Politik, Rasionalisasi dan Kebebasan serta filsafat tentang Politik dan Sejarah Dunia.
Reputasinya yang besar ketika Max Weber mendeklarasikan teori Ketatanegaraan tentang “BIROKRASI” yang kemudian disebut “Teori Weber” yang ditulisnya dalam buku “Weber’s Theory Of Bureaucracy“. Dalam pendalaman kembali, dan dengan membaca lagi buku tersebut penulis mencoba menerjemahkan “Teori Weber” tentang birokrasi yang didalilkannya dalam enam dalil-dalil yang terjemahannya kurang lebih sebagai berikut :
Pertama: Tugas-tugas organisasi dibagi ke berbagai posisi sebagai tugas resmi. Disini tersebut pembagian kerja yang jelas di antara posisi-posisi tersebut, yang memungkinkan spesialisasi tingkat tinggi. Spesialisasi pada gilirannya meningkatkan keahlian staf, baik secara langsung maupun dengan memungkinkan organisasi untuk mempekerjakan karyawan atas dasar kualifikasi teknis mereka.
Kedua: Posisi-posisi atau kantor diorganisasikan kedalam struktur otoritas hirarkis. Dalam kasus umum hierarki ini mengambil bentuk piramida dimana tiap pejabat bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan bawahan serta keputusan dan tindakan dia sendiri kepada atasannya di dalam piramida itu, dan dimana setiap pejabat memiliki otoritas atas para pejabat di bawahnya. Lingkup otoritas supervisor atas bawahan digariskan dengan jelas.
Ketiga: Sistem aturan dan regulasi yang ditetapkan secara formal mengatur keputusan dan tindakan pejabat. Pada prinsipnya kerja dalam organisasi administratif semacam itu melibatkan aplikasi peraturan-peraturan umum untuk kasus-kasus khusus. Peraturan menjamin keseragaman operasi, dan bersama dengan struktur otoritas, memungkinkan koordinasi dari berbagai aktifitas. Peraturan juga menjamin kelangsungan operasi sekalipun ada perubahan-perubahan personel, sehingga meningkatkan stabilitas, yang tidak dimiliki oleh tipe kelompok kolektivitas, seperti gerakan-gerakan sosial.
Keempat: Terdapat staf administrasi khusus yang tugasnya menjaga organisasi dan khususnya jalur-jalur komunikasi di dalamnya. Level terendah dalam aparatur administrasi terdiri atas staf tata usaha yang bertugas menyimpan catatan-catatan tertulis atau file-file organisasi, yang mencakup semua keputusan dan tindakan yang resmi.
Kelima: Para pejabat diharapkan memiliki orientasi impersonal dalam kontak mereka dengan klien dan dengan para pejabat lain. Klien harus diperlakukan sebagai kasus, dimana para pejabat diharapkan mengesampingkan semua pertimbangan personal serta melepaskan ikatan emosional, dan bawahan diperlakukan juga dalam cara impersonal.
Keenam: Pekerjaan yang telah diberikan organisasi merupakan karir bagi pejabat. Secara tipikal seorang pejabat adalah karyawan penuh dan menginginkan karir seumur hidup di kantor.
Pekerjaan didasarkan pada kualifikasi teknis kandidat dan bukan atas dasar politik, keluarga atau koneksi-koneksi lain. Kualifikasi semacam itu harus ditest dengan ujian. Kualifikasi pendidikan akan menciptakan jumlah homogenitas tertentu di antara para pejabat. Para pejabat ditunjuk untuk menduduki posisi-posisi bukan dipilih, sehingga bergantung pada atasan dalam organisasi dan bukan pada konstituen.
Kemajuan karir adalah sesuai dengan senioritas atau prestasi, atau keduanya.
Dari dalil-dalil tersebut Weber menyajikan analis fungsional implisit tentang saling ketergantungan antara karakteristik-karakteristik birokrasi, dengan administrasi yang rasional dan efisien sebagai kriteria fungsi. Tetapi pengawasan yang ketat terhadap semua keputusan tidaklah efisien dan menciptakan ketegangan.
Singkatnya masalah-masalah yang diciptakan oleh satu kondisi dalam organisasi merangsang perkembangan kondisi lain untuk memenuhi masalah-masalah tersebut. Sejumlah proses yang saling tergantung dari jenis ini melahirkan konstelasi ciri-ciri yang merupakan karakteristik birokrasi tipikal, sebagaimana dikonseptualisasikan oleh Weber. Dia berpendapat bahwa ciri-ciri organisasi administratif, dan khususnya kombinasinya adalah “mampu mencapai derajat efisiensi yang sangat tinggi ”.
Apa itu birokrasi? Istilah itu telah digunakan secara popular dengan banyak konotasi yang ambigu dan menyesatkan. Ada pandangan bahwa birokrasi itu tidak baik karena menghambat pelayanan pada publik, dengan mengatur banyak sistem, banyak prosedur dan banyak peraturan, membentuk badan-badan pengkaji, sehingga proses penyalahgunaan akan bertumbuh dan berkembang seperti cendawan di musim hujan. Sebaliknya ada yang mengatakan bahwa birokrasi itu baik dan perlu, karena menegakan ketentuan yang tidak boleh dilanggar.
Nah, suatu aktivitas yang memerlukan koordinasi ketat, atas tindakan-tindakan sejumlah besar orang dan yang memerlukan utilisasi ketrampilan khusus kemungkinan besar akan melahirkan “organisasi birokrasi” suatu “Alasan kuat bagi kemajuan organisasi birokratis” tulis Weber; Dan itu selalu berupa keunggulan teknisnya atas bentuk organisasi lain manapun mekanisme yang sepenuhnya birokratis dibandingkan dengan organisasi lain persis seperti mesin dibandingkan dengan cara produksi bukan mesin.
Weber sangat sering dituduh terlalu mengunggulkan rasionalitas dan efisiensi birokrasi serta mengabaikan efek penyumbatan dari “pitah merah” konservatisme pejabat, dan operasi. Proses-proses seperti “Hukum Parkinson” yang bekerja secara luas sehingga menghabiskan waktu yang ada untuk penyelesaiannya.
Makanya Weber mampu “memprotes keras” kekosongan budaya modern dan overorganisasi yang mengekang dari masyarakat modern, seperti yang dilakukan para eksistensialis sekarang ini dan kritikus-kritikus romantik. Mengenai mereka yang dalam jargon kritik sosial saat ini “manusia organisasi” Weber mengamati :
“Pendekatan manusiawi dengan suatu pertanyaan besar adalah bukan bagaimana kita dapat mempromosikan dan mempereratnya karir seseorang, tetapi kita melihat manusia bukan sebagai mesin tetapi bisa mempertahankan sebagai manusia yang bebas dari keterbelahan jiwa ini, dari cara hidup birokratis yang sangat mendominasi ini.
Dari kutipan di atas ternyata Weber sering tidak sabar dengan perlawanan romantik dan kuno terhadap penyebaran doktrin birokratisasi yang menekankan suatu aktivitas yang memerlukan koordinasi ketat atas tindakan sejumlah besar orang yang memerlukan utilisasi ketrampilan khusus kemungkinan besar akan melahirkan organisasi birokratis “Alasan kuat bagi kemajuan organisasi birokratis” tulis Weber “selalu berupa keunggulan teknisnya atas bentuk organisasi lain manapun seperti mesin dibandingkan dengan cara produksi bukan mesin. Benar Weber cenderung menganggap bahwa birokratisasi sebagai kecenderungan sejarah yang tidak bisa di balik; sebagaimana dalam kasus yang berkait dalam ilmu pengetahuan dan pendidikan khusus, dia sering tidak sabar dengan perlawanan romantik dan kuno terhadap penyebarannya. Namun dia muak dan takut terhadap banyak konsekuensi birokratisasi, sebagaimana dalam kutipan di atas “keterbelahan jiwa” akibat cara hidup birokratis. Lalu di dalam petualangan keintelektualannya dia menyatakan satu manifesto tentang “otoritas birokrasi” adalah: “kemampuan seseorang untuk memaksakan kehendaknya terhadap orang lain sekalipun ada perlawanan” Otoritas ini Weber menyebutnya yakni “kekuasaan untuk memerintah dan tugas untuk patuh”. Semoga! Tulisan ini adalah bersifat ilmiah analistis
mf pak@q
BalasHapus